DIJUAL CEPAT (TANPA PERANTARA) sebuah Rumah Di Kota BANDUNG:
Alamat : "Puri Margawangi" Jl. Margawangi Raya No 1 RT 05/17 Kel Margawangi Margacinta - Bandung Luas Rmh : 114 M
Kondisi : Layak huni/Permanen (3 Kamar Tidur, 1 RUtama, 1 RKeluarga, 2 Kamar Mandi, Dapur),
Lokasi Strategis (Dekat dengan Masjid, Dekat ke Pertokoan/Pasar, / Bank-Bank / Taman)
Fasilitas : Telpon, Jetpam, PLN 2.200KWh, Water Heater, Garasi Luas.
Cocok Utk : Rumah Tinggal
by : John E. Swan, Michael R. Bowers & Lynne D. Richardson
(Published : Journal of Business Research , Vol.44, issue 2, February 1999, Pages 93-107)
Abstract
The development of trust between salespeople and their customers has traditionally been considered a critical element in developing and maintaining a successful sales relationship. This article presents the first comprehensive literature review and meta-analysis of the antecedents of trust and consequences of trust in a sales context. A summary conclusion is that trust has a moderate but beneficial influence on the development of positive customer attitudes, intentions, and behavior. Another conclusion is that salespeople have modest influence over the development of trust between themselves and their customers. A comprehensive model of the role of trust in sales is presented. Directions for future research are identified.
Article Outline
Methode
Locating Research Results
Data Collection and Analysis
Independent and Dependent Variables
Analitical Approach
Definition Issues in Customer Trust of Salesperson
Trust Defined
Generalizations from the Literature
Underdeveloped Issues
etc
Measurement Issues in Studies of Customer Trust
Trust Measures: Levels of Abstraction, Trust Components
Meeting Psychometric Criteria
Sampling Differences in Reliability
Trust Measurement in Experimental Studies
Meta-Analysis of Trust in Salesperson and Customer Relationships
(Studi Empirik Pada Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan di Semarang)
Oleh : Sumarsono
Publikasi pada: JURNAL SAINS PEMASARAN INDONESIA Volume VI, No. 3, Desember 2007, halaman 347 - 360
Abstraksi
Banyaknya PPJK yang gulung tikar karena ketidaksanggupan dalam bersaing menunjukkan bahwa perlu diadakan penelitian yang mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keunggulan bersaing berkelanjutan. Data dikumpulkan dari 100 responden yang berasal dari seluruh pimpinan Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) Semarang, kemudian data tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis SEM dengan program AMOS 4.0. Hasil analisis menunjukkan bahwa semua hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima, sehingga model tersebut dapat menggambarkan hubungan kausalitas yang terjalin antar variabel. Dalam penelitian ini juga menghubungkan hasil penelitian ini terhadap implikasi teoritis maupun manajerial. Implikasi manajerial merekomendasikan kepada PPJK Semarang untuk meningkatkan keunggulan bersaing berkelanjutan melalui pengembangan hubungan dekat dengan konsumen dan melakukan inovasi yang berkelanjutan. Keterbatasan dari penelitian ini dan agenda penelitian mendatang dapat digunakan sebagai referensi oleh peneliti berikutnya.
Kata Kunci: Kepercayaan, Komitmen, Kedekatan Hubungan, Inovasi dan Keunggulan Bersaing Berkelanjutan
Sejak tahun 1980-an perekonomian dunia menuju kearah globalisasi. Hal ini ditandai adanya liberalisasi perdagangan internasional dan regionalisasi ekonomi, antara lain: European Single Market (ESM), The Asia Pacific Economic Community (APEC), The Asean Free Trade Area (AFTA). Kondisi tersebut menimbulkan lingkungan bisnis yang lebih bersaing tidak sekedar dalam tataran nasional atau regional, tetapi lebih jauh lagi yaitu adanya persaingan di tingkat global. Sejalan dengan kondisi tersebut, penguasaan faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, alam dan modal (comparative advantage) yang sebelumnya dapat digunakan sebagai tameng sekaligus senjata bagi perusahaan untuk memenangkan persaingan, tidak lagi merupakan basis yang cukup kuat bagi perusahaan.
Globalisasi telah mengubah segala sesuatu yang membatasi menjadi lepas tak terbendung. Setiap perusahaan akan dengan mudah memperoleh sumber daya yang diinginkan kapan dan dimanapun sumber daya tersebut tersedia. Pada perkembangan selanjutnya setiap perusahaan yang akan bersaing pada kompetisi global harus memiliki keunggulan bersaing berkelanjutan (sustainable competitive advantage) sekaligus mampu membangun hubungan baik dengan konsumen lewat kepercayaan, komitmen dan kedekatan hubungan.
Kompetisi dapat menghasilkan dua konsekuensi bagi perusahaan, yaitu kesuksesan dan kegagalan. Dengan demikian setiap perusahaan saling berlomba untuk melakukan perubahan setiap waktu agar barang atau jasa yang dihasilkan tidak tertinggal dari pesaing. Kandapully dan Duddy (1999) mengemukakan bahwa dalam mencapai keunggulan bersaing, perusahaan hendaknya mengubah pendekatan terhadap konsumen, dari pendekatan tradisional yang menekankan pada orientasi penjualan ke pendekatan relationship marketing yang mengedepankan hubungan baik dengan konsumen.
Slater and Narver (1994) mengungkapkan bahwa dalam mencapai keunggulan bersaing perusahaan hendaknya . . . . .. . . . . . . . . . . . . (baca selengkapnya)
Transaksi melalui e-commerce memiliki potensi resiko yang cukup tinggi. Oleh karena itu faktor kepercayaan (trust) pelanggan terhadap vendor menjadi faktor kunci dalam e-commerce. Indonesia sebagai negara sedang berkembang dan baru sekitar lima tahun terakhir mengadopsi e-commerce, tentunya memiliki beberapa perbedaan dengan negara-negara maju yang telah lama mempraktikkannya.
Perbedaan tersebut setidaknya menyangkut masalah regulasi, perangkat hukum, dan perilaku konsumen. Berkaitan dengan praktek e-commerce di Indonesia yang relatif masih baru tersebut, fenomena yang menarik untuk diteliti adalah sejauhmana kepercayaan (trust) pelanggan terhadap vendor e-commerce dan bagaimana pengaruhnya terhadap tingkat partisipasi pelanggan dalam e-commerce.
Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis pengaruh variabel kemampuan (ability), kebaikan hati (benevolence), dan integritas (integrity) vendor terhadap kepercayaan (trust) pelanggan e-commerce di Indonesia; (2) menganalisis pengaruh variabel kemampuan (ability), kebaikan hati (benevolence), dan integritas (integrity) vendor terhadap tingkat partisipasi pelanggan e-commerce di Indonesia; dan (3) menganalisis pengaruh variabel kepercayaan (trust) terhadap tingkat partisipasi pelanggan e-commerce di Indonesia.
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel pengguna e-commerce di Indonesia. Instrumen utama pengumpulan data berupa kuesioner dan diukur dengan skala likert. Kuesioner dikirim ke responden melalui mailing list. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 152 responden. Metode analisis data yang digunakan adalah Structural Equation Model (SEM).
Dari ketiga variabel prediktor yang mempengaruhi kepercayaan (trust) pelanggan, yaitu kemampuan (ability), kebaikan hati (benevolence), dan integritas (integrity) vendor, ternyata hanya variabel integritas (integrity) vendor yang mempunyai pengaruh positif dan signifikan. Sedangkan variabel prediktor yang mempengaruhi variabel partisipasi (participation) pelanggan dalam e-commerce, yaitu kemampuan (ability), kebaikan hati (benevolence), dan integritas (integrity) vendor serta kepercayaan (trust) pelanggan, ternyata hanya variabel integritas (integrity) vendor dan kepercayaan (trust) pelanggan yang memiliki pengaruh positif dan signifikan. Dengan demikian, integritas (integrity) vendor dan kepercayaan (trust) pelanggan merupakan variabel yang sangat penting dalam mempengaruhi partisipasi pelanggan e-commerce di Indonesia. Kata-kata kunci: e-commerce, participation, trust, ability, benevolence, integrity
1.1. Latar Belakang
Internet merupakan sarana elektronik yang dapat dipergunakan untuk berbagai aktivitas seperti komunikasi, riset, transaksi bisnis dan lainnya. Sejak diperkenalkan pada tahun 1969 di Amerika Serikat, internet mengalami perkembangan yang luar biasa. Apalagi dengan diperkenalkannya teknologi World Wide Web (WWW), semakin menambah sempurnanya teknologi tersebut (McLeod dan Schell, 2004:64). Teknologi internet menghubungkan ribuan jaringan komputer individual dan organisasi di seluruh dunia. Setidaknya ada enam alasan mengapa teknologi internet begitu populer. Keenam alasan tersebut adalah internet memiliki konektivitas dan jangkauan yang luas; dapat mengurangi biaya komunikasi; biaya transaksi yang lebih rendah; dapat mengurangi biaya agency; interaktif, fleksibel, dan mudah; serta memiliki kemampuan untuk mendistribusikan pengetahuan secara cepat (Laudon dan Laudon, 2000:300).
Penggunaan internet untuk aktivitas transaksi bisnis dikenal dengan istilah Electronic Commerce (e-commerce) (McLeod dan Schell, 2004:49). Menurut Indrajit (2001:2), karakteristik e-commerce terdiri atas .................. . . . . . . . . . . . . (baca selengkapnya)
Published by : Knowledge Solutions, August 2009, 57. pp. 1-5
"Workplace dynamics make a significant difference to people and the organizations they sustain. High-performance organizations earn, develop, and retain trust for superior results". Introduction
Dictionary.com’s first definition of trust is “reliance on the integrity, strength, ability, surety, etc., of a person or thing; confidence.” The website prompts also that it is “the obligation or responsibility imposed on a person in whom confidence or authority is placed: a position of trust.” Both definitions imply that trust is a relationship of reliance: indeed, a relationship without trust is no relationship at all.
Trust is therefore both an emotional and a rational (cognitive, calculative, and rational) act. The emotions associated with it include affection, gratitude, security, confidence, acceptance, interest, admiration, respect, liking, appreciation, contentment, and satisfaction, all of them necessary ingredients of psychological health. The logic of it is grounded in assessments of a party’s dependability, which play a significant role in decisions to trust.
As expected, there are different intensities to trust, depending on why one grants trust and why it is accepted: knowing the different types of trust informs decision making at each ... . . . . . . . . . . . . (baca selengkapnya)
by : STEFFEN HUCK, GABRIELE K. LÃœNSER AND JEAN-ROBERT TYRAN
Published by : JEL Codes: C72, C92, D40, L14, October 2007. pp. 1-26
Abstract
We study the effects of reputation and competition in a stylized market for experience goods. If interaction is anonymous, such markets perform poorly: sellers are not trustworthy, and buyers do not trust sellers. If sellers are identifiable and can, hence, build a reputation, efficiency quadruples but is still at only a third of the first best. Adding more information by granting buyers access to all sellers’ complete history has, somewhat surprisingly, no effect. On the other hand, we find that competition, coupled with some minimal information, eliminates the trust problem almost completely. Keywords: Experience Goods; Competition; Reputation; Trust; Moral hazard;Information conditions
1. Introduction
Lack of trust and moral hazard are widely seen as serious impediments to economic efficiency and growth. In this paper, we study two remedies against these obstacles: reputation and competition. Using experimental methods we isolate the partial effects of both and obtain surprisingly unambiguous results. Identification of sellers, as a prerequisite for reputation building, has strong positive effects but fails to overcome the moral hazard problem. Adding more information by granting buyers access to all sellers’ complete history has, somewhat surprisingly, no effect. With full public information efficiency remains at just around 30% of the first best. On the other hand, we find that competition, coupled with minimal information, eliminates the trust problem completely. As long as buyers can identify sellers, competition is sufficient to achieve almost full efficiency.
Manusia rela berkorban untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya, agar mereka terpuaskan. Perusahaan sebagai penyedia produk haruslah memberikan yang terbaik yang mempunyai nilai yang tinggi, karena hanya sekedar puas saja belum tentu akan membuat mereka percaya terhadap apa yang perusahaan tawarkan.
Untuk itulah perusahaan haruslah memberikan produk yang membuat konsumen sangat puas sehingga akan membangun kepercayaan antara mereka dengan perusahaan. Dengan demikian akan membuat mereka menjadi loyal. Dan kepercayaan ini harus dibangun dalam jangka waktu yang lama. Konsep ini disebut dengan trust-based relationship.
Suatu hubungan baik terbina pada saat seseorang mengalami hal yang menarik, unik dan spesifik, dan keunikan serta kualitas pelayanan yang diberikan selanjutnya tetap dipertahankan, bahkan selalu ditingkatkan. Jadi, yang dirasakan oleh pemakai jasa bukan hanya pengalaman sesaat, tetapi sebagai suatu peningkatan kepercayaan dari pengalaman terdahulu untuk dilanjutkan pada masa yang akan datang.
Kepercayaan adalah perekat yang memungkinkan perusahaan untuk mempercayai orang lain dalam mengorganisasi dan menggunakan sumber daya secara efektif dalam menciptakan Nilai tambah untuk Stake Holder. Sehubungan dengan kenyataan bahwa sifat jasa yang tidak bisa dilihat (Intangible), maka karyawan maupun rekan bisnis menjadi factor yang memudahkan terciptanya hubungan yang berdasarkan kepercayaan. Perusahaan yang sudah dipercaya akan berkurang ketidakpastiannya (uncertainty) maupun kerapuhannya (vulnerability), karena memiliki rasa percaya diri yang sangat baik, yang membuat perusahaan mampu mengatasi banyak masalah.
Manfaat lain dari kepercayaan adalah toleransi, yaitu jasa yang diterima konsumen masih bisa diterima pada tingkat keinginannya dari harapan konsumen terhadap kualitas jasa. Kepercayaan akan menciptakan citra yang baik, di mana dalam masa sulit, masih dimungkinkan untuk mendapat peluang memperoleh keuntungan dan memperbaiki diri.
PENTINGNYA KEPERCAYAAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PARA STAKEHOLDER.
Kekuatan yang sebenarnya dari suatu perusahaan diukur dari eratnya (kuatnya) hubungan perusahaan dengan Stake Holder, yaitu karyawan, konsumen dan rekan bisnis, seperti pemasok dan distributor, serta pemerintah. Tanpa komitmen dari Stake Holder, konsumen yang menyediakan pendapatan, karyawan yang menyediakan tenaga kerja, institusi yang menyediakan keuangan, perusahaan pemasok yang menyediakan barang, material peralatan dan jasa, maka sebuah perusahaan tidak akan dapat mewujudkan atau mencapai tujuannya dan bertahan hidup.
A.HUBUNGAN DENGAN KARYAWAN
Perusahaan akan rugi bila tidak dapat membina hubungan dengan baik para karyawannya yaitu tidak adanya pembinaan dan pengembangan yang berdampak pada jeleknya kualitas layanan yang membuat pelanggan kecewa. Beberapa kegiatan yang dapat menanamkan hubungan baik di antaranya :
·Mengadakan pertemuan sebagai suatu keluarga besar
·Merasa berada dalam suatu keluarga besar
·Saling mempercayai antara anggota keluarga organisasi
B.HUBUNGAN DENGAN KONSUMEN
Hubungan dengan konsumen didasarkan pada kualitas hubungan perusahaan dengan karyawannya melalui kebijakan maupun strategi yang telah dirancang.
Keuntungannya :
·Perusahaan mempunyai rencana penjualan yang lebih pasti
·Perusahaan mempunyai pengetahuan dan keahlian dalam melayani konsumen yang sama
·Perusahaan akan mendapatkan pelanggan yang loyal
Disamping itu keberhasilan perusahaan membina hubungan dengan pelanggannya akan mempengaruhi tingkat keuntungan perusahaan maupun pertumbuhan, dalam satu model yang dikenal yaitu : Profit Chain Model.
Dari penelitian Hesket dan sasser (1997) pada 100 perusahaan yang terdiri dari lebih 20 jenis industri, ternyata perusahaan-perusahaan yang berhasil membina hubungan dengan konsumen dapat meingkatkan 25% sd 85%. Keuntungan ini diperoleh karena perusahaan hanya memiliki 5% konsumen yang berpindah kepada pesaingnya, dan ternyata perusahaan yang berhasil membina hubungan baik dengan konsumen mempunyai keuntungan lebih besar, karena ternyata mempertahankan konsumen yang sudah ada biayanya lebih murah daripada menemukan konsumen baru.
C.HUBUNGAN DENGAN MITRA
Keuntungan dari membina hubungan baik dengan konsumen akan lebih menjamin perusahaan untuk mendapatkan sejumlah permintaan dan peningkatan keuntungan. Hal ini berkaitan dengan manfaat dari terjalinnya hubungan dengan mitra perusahaan.
KOMITMEN DALAM SUATU HUBUNGAN
Sama halnya dengan kepercayaan, komitmen merupakan factor penting dalam rangka usaha membina hubungan. Adapun definisi dari komitmen adalah “an implicit and or explicit pledge of relational continuity between exchange partners” (Dwyer, Shurr dan Oh, 1987, p. 19). Sementara Moorman, Zaltman dan Deshpande (1992, p. 316) : relationship commitment is an enduring desire to maintain a valued relationship. Dengan demikian komitmen adalah rasa saling percaya-mempercayai di antara pihak-pihak yang menjalin hubungan, baik secara tersirat (implicit) maupun yang tidak tersirat (explicit), bahwa hubungan mereka akan berlangsung terus menerus dan masing-masing menjaga agar janji di antara mereka tetatp terpelihara.
Beberapa jenis komitmen :
·Continuance commitment, yaitu dalam hubungan pemasaran adalah komitmen yang timbul karena konsumen terikat pada suatu oerusahaan dan akan membutuhkan biaya dan waktu apabila ia pindah ke perusahaan lain.
·Normative commitment, yaitu komitmen yang timbul karena konsumen merasa bahwa ia wajib melaksanakan suatu usaha bisnis dengan perusahaan tertentu
·Affective commitment, yaitu komitmen yang muncul, karena masing-masing pihak yang berhubungan merasa yakin bahwa di antara mereka terdapat nilai-nilai yang sejalan dan timbulnya komitmen ini berdasarkan kesepakatan bahwa hubungan yang saling menguntungkan ini perlu dilanjutkan.
TINGKATAN KOMITMEN (THE LEVELS OF COMMITMENT)
Diurut berdasarkan tingkatan yang paling rendah :
1.Interest in alternatives
Komitmen dari karyawan, konsumen, maupun mitra bisnis yang timbul karena mereka merasa tidak ada pilihan lain. Mungkin mereka merasa memang inilah yang terbaik di antara pilihan yang ada. Tingkat komitmen ini sangat rendah dan konsumen, karyawan maupun mitra bisnis lainnya pindah ke tempat lain hanya karena alasan-alasan yang sangat sederhana. Misalnya, konsumen pindah ke pesaing lain karena pesaing lain menurunkan sedikit harga, memberikan potongan atau hadiah-hadiah yang sederhana, atau karyawan pindah ke tempat lain hanya karena sebab perusahaan lain menawarkan peluang yang lebih baik atau gaji yang lebih menarik. Ini merupakan tingkat komitmen yang paling rendah, hubungan terjalin, tapi tidak bernilai. Dalam hal ini, perusahaan terus mengusahakan agar tingkat komitmen ini meningkat dengan cara memberikan kepuasan-kepuasan dan kemudahan-kemudahan lainnya kepada stake holder.
2.Acquiescence
Suatu kesepakatan di antara pihak-pihak yang berhubungan bahwa ia akan menerima setiap persyaratan dan kebijaksanaan yang telah disepakati
3.Cooperation
Adalah tingkat ketiga dari komitmen yang menggambarkan situasi di mana pihak-pihak yang mengadakan hubungan kerja bersama-sama untuk mencapai apa yang diharapkan. Dalam hal ini, masing-masing pihak yang terlibat secara langsung mengusahakan tercapainya tujuan bersama. Berry (1999) mengatakan “Cooperation is a natural outcome of trust-based relationships”.
4.Enhancement
Merupakan komitmen tingkat ke empat, yang berarti suatu komitmen dari pihak-pihak yang mengadakan hubungan untuk mengadakan suatu ikatan secara sadar untuk saling memberikan kontribusi yang saling menguntungkan. Selalu berusaha untuk memperkuat ikatan hubungan masing-masing berdasarkan kepercayaan yang mendalam. Misalnya, perusahaan memberikan tambahan pelayanan bagi konsumennya atau konsumen membantu perusahaan dalam memasarkan produk perusahaan. Hubungan yang erat antara perusahaan dengan konsumennya terlihat dari kerja sama sebagai suatu tim kerja.
5.Identity
Tingkat komitmen yang hampir sama pengertiannya dengan enhancement, yaitu suatu identitas dari kuatnya hubungan antara perusahaan dengan konsumen, yang tercermin dari sikap masing-masing pihak yang bersedia bekerjasama dalam suatu tim kerja.
6.Advocacy
Tingkat komitmen ini berkaitan dengan keinginan mitra untuk menyampaikan hal-hal yang baik mengenai mitranya. Misalnya, konsumen ikut mempromosikan perusahaan kepada pihak lain mengenai kelebihan-kelebihan perusahaan (Word of Mouth), bahkan kalau perlu membela perusahaan apabila ada hal-hal yang berdampak kurang baik bagi perusahaan.
7.Ownership
Adalah komitmen tingkat terakhir, rasa kepemilikan secara emosional bagi pihak-pihak yang mengadakan hubungan. Konsumen merasa bahwa ikatan begitu kuat dengan perusahaan sehingga konsumen merasa juga memiliki perusahaan.
Tingkatan atau komponen komitmen mempunyai hubungan yang berbeda-beda dengan tingkat loyalitas konsumen.. . . . . . . . . . . . . (baca selengkapnya)
JIKA ANDA MENCARI ORANG YANG TEPAT, dialah ORANGNYA...Kanaidi, SE., M.Si adalah seorang yang enerjik, humoris, dan sangat memotivasi. Berjiwa muda, SUKSES sebagai Dosen Terbaik di beberapa Perguruan Tinggi, suka menulis dan menggeluti beberapa jenis bisnis. Trainer dan Instruktur yang sukses di beberapa kegiatan Training di Indonesia. Terlebih lagi, beliau adalah peneliti marketing yang berdedikasi. . . . . . .TOLONG LAH ORANG LAIN, SELAGI ANDA BISA MENOLONGNYA . . . . HP.08122353284 - 087822984716 Pin BBm : 27CBC148